Select Page

Sejarah Pengadilan

Awal Berdirinya (Jaman Kolonial)

Tidak banyak catatan yang dapat menunjukan secara pasti kapan dibangun gedung yang sekarang menjadi Pengadilan Negeri Tegal, namun berdasarkan koleksi foto pada Digital Image Library Universiteit Leiden Netherland, dapat diperkirakan bahwa bangunan Pengadilan Negeri Tegal pada masa itu disebut sebagai Landraad sudah dibangun dan berdiri pada Tahun 1908. Petunjuk lainnya adalah berupa arsip protokol notaris maupun arsip-arsip perkara yang masih menggunakan bahasa Belanda dan masih tersimpan secara rapi (untuk perkara perdata arsip paling lama adalah perkara tahun 1900, sedangkan untuk arsip pidana tahun 1915).

Landraad Tegal sebagai badan Peradilan Gubernemen, berada di bawah kewenangan pemerintah kolonial, hal ini dapat dilihat dalam setiap putusan pengadilan yang dibuka dengan pernyataan atau irah-irah “In Naam Der Koningin” atau “Dengan Nama Baginda Maharaja”. Pada masa itu, selain pengadilan yang bernama Landraad, ada juga pengadilan swapraja untuk daerah-daerah yang memiliki otonomi, seperti di Yogyakarta juga ada “Pengadilan Pradoto” yang merupakan pengadilan sipil yang menangani masalah kasus pidana maupun perdata.

Masa Pendudukan Jepang

Sebagai akibat dari kekalahan pasukan Belanda dari pasukan Jepang pada Perang Dunia II, dimulailah masa pemerintahan Jepang di Indonesia. Balatentara Jepang melakukan perombakan hukum yang menyebabkan dihapuskannya kriteria rasial kolonial dan menghapus pembedaan antara pengadilan Eropa dan Indonesia. Demikian juga dengan gedung Landraad Tegal berpindah kepengurusannya dan diberi nama menjadi Tegal Tihoo Hoin.

Minimnya dokumentasi hasil kegiatan dalam bentuk foto/gambar bisa jadi dikarenakan banyaknya dokumen yang dibumihanguskan ketika pasukan Jepang mengalami kekalahan di mana-mana pada awal tahun 1945. Beruntung puluhan arsip perkara pada periode itu yang memiliki irah-irah “Atas Nama Djendral Balatentara Jepang”, menggantikan irah-irah sebelumnya “In Naam Der Koningin” masih tersimpan secara rapi di ruang arsip perkara Pengadilan Negeri Tegal sampai saat ini.

Jaman Setelah Kemerdekaan

Setelah Proklamasi Kemerdekaan, perombakan struktur badan peradilan yang dilakukan oleh Jepang dipertahankan dan diperluas antara lain dengan dihapuskannya pengadilan swapraja. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1948 merupakan peraturan pertama yang memberikan nama lembaga peradilan ke dalam Bahasa Indonesia sehingga disebut Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Namun ternyata berkas perkara-perkara pada kisaran tahun 1945 s/d 1948 pun sudah menyebutkan nama Pengadilan Negeri dengan irah-irah “Atas Nama Negara Republik Indonesia”.

Jaman Menuju Modernisasi Pengadilan Berbasis Teknologi Informasi

Pada tahun 2006, Gedung Pengadilan Negeri Tegal yang sudah berumur seratus tahun dilakukan renovasi menyesuaikan kebutuhan dan cetak biru MA dengan tetap mempertahankan bentuk awal sehingga nampak lebih megah dan anggun. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan, bahwa bangunan Gedung Pengadilan Negeri Tegal adalah termasuk dalam bangunan cagar budaya sehingga renovasi yang dilakukan tidak boleh menghilangkan identitas dan bentuk asli bangunan seperti yang nampak sampai saat ini.

Selanjutnya untuk menjamin pelaksanaan administrasi pengadilan yang tertib, modern dan akuntabel, Mahkamah Agung telah menetapkan bahwa seluruh pengadilan harus beralih dari administrasi pengadilan yang dilakukan secara manual ke administrasi yang berbasis Teknologi Informasi (TI). Demikian juga Pengadilan Negeri Tegal dengan dukungan 2 (dua) unit perangkat keras server dan akses internet yang cukup stabil telah memulai dan mengoptimalkan sistem administrasi berbasis teknologi, menyajikan informasi kepada publik mengenai keadaan yang ada di lingkungan pengadilan, tentang proses peradilan, jadwal sidang, publikasi putusan, sarana dan prasarana serta segala informasi lainnya yang dibutuhkan oleh pihak-pihak pencari keadilan (justiciabelen) melalui sarana website yang mulai dirintis sejak tahun 2009 dan selalu mengikuti standarisasi penyempurnaan. Salah satu yang sedang dikembangkan adalah desain dengan fitur aksesibilitas website bagi difabel, sehingga ke depan nantinya seluruh halaman website akan dapat diakses dan dibaca oleh masyarakat yang berkebutuhan khusus (difabel) dengan menggunakan perangkat lunak “screen reader”.

Panitera Muda Hukum Pengadilan Negeri Tegal mengatakan bahwa selama ini untuk arsip-arsip perkara yang berumur lebih dari 100 tahun diperlakukan sama dengan arsip-arsip lainnya dan berharap ada perhatian khusus karena bagaimanapun arsip-arsip tersebut mengandung catatan-catatan sejarah lembaga peradilan selain juga dapat menggambarkan struktur serta kondisi masyarakat pada waktu itu, dan untuk menyimpan catatan-catatan tersebut ke dalam data digital terkendala oleh banyaknya lembaran yang harus diolah, serta setidaknya ada scanner berukuran besar karena penulisan dalam berkas perkara sampai tahun 1930 masih menggunakan tulisan tangan bahasa Belanda dan sebagian lagi masih menggunakan aksara Jawa. Penyimpanan arsip-arsip ke dalam data digital diharapkan dapat menjadi ‘back up’ dari data fisik, yang seiring perjalanan waktu akan termakan usia, sehingga perjalanan sejarah Pengadilan Negeri Tegal dapat terdokumentasi dengan baik agar tidak terulang kehilangan jejak seperti yang terjadi pada awal berdirinya.

Skip to content